Yahudi, Nasrani, dan Islam itu sama…tapi beda. Persamaan ketiga agama
ini setidaknya diakui oleh tokoh Yahudi dan Nasrani pada masa Nabi
Muhammad SAW masih hidup.
Yahudi dan Islam itu sama tapi beda
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa ketika turun ayat 85 surat Ali Imran,“Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.”, berkatalah orang-orang Yahudi kepada Nabi Muhammad SAW,“Sebenarnya kami ini muslimin (orang-orang Islam)”.
Mendengar ungkapan kaum Yahudi tersebut, Nabi Muhammad bersabda: “Allah telah mewajibkan kaum muslimin berhaji ke Baitullah”. Orang-orang Yahudi itu menyanggah: “Tidak diwajibkan (berhaji ke baitullah) kepada kami”.
Saat itu turunlah firman Allah SWT,
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat
beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat
tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;
barangsiapa memasukinya (Baitullah) menjadi amanlah dia; mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam.”(QS. Ali Imran: 96-97).
Nasrani dan Islam itu sama tapi beda
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam kitab At-Thabaqat yang
bersumber dari al-Azraq bin Qais, bahwa ketika Uskup Najran dan wakilnya
menemui Nabi Muhammad SAW dan mendengar penjelasan beliau tentang agama
Islam, mereka berkata:“Kami telah lebih dahulu masuk Islam sebelum Anda”.
Nabi SAW bersabda: “Kalian telah berdusta, karena ada tiga hal
yang menghalangi kalian masuk Islam, yaitu: Kalian mengatakan bahwa
Tuhan mempunyai anak; Kalian makan daging babi; dan Kalian bersujud
kepada patung”.
Kedua orang Nasrani itu bertanya: “Kalau begitu siapakah bapaknya Isa?”. Pada
saat itu Rasulullah SAW tidak mengetahui bagaimana harus menjawabnya.
Maka turunlah firman Allah SWT sebagai tuntunan kepada Rasulullah untuk
menjawabnya:
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah
seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian
Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), Maka jadilah
dia. (apa yang telah kami ceritakan itu), Itulah yang benar, yang datang
dari Tuhanmu, Karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang
ragu-ragu.” (QS. Ali Imran: 59-60).
Setelah mendengar firman Allah SWT ini, Uskup Najran dan wakilnya ini
tetap merasa ragu dan membantahnya. Maka turunlah firman Allah SWT
selanjutnya,
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu
(yang meyakinkan kamu), maka Katakanlah (kepadanya): “Marilah kita
memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan
isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; Kemudian marilah kita
bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan
kepada orang-orang yang dusta. Sesungguhnya Ini adalah kisah yang benar,
dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya
Allah, dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran: 61-62).
Muhammad SAW mengajak utusan Nasrani Najran itu melakukan mubahalah,
yakni masing-masing pihak diantara orang-orang yang berbeda pendapat
berdo’a kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, agar Allah menjatuhkan
la’nat kepada pihak yang berdusta, tetapi mereka tidak berani dan
memilih membayar jizyah (sejenis pajak untuk jaminan perlindungan)
sebagai tanda tunduk kepada pemerintahan Madinah. Ini menjadi bukti
kebenaran Nabi Muhammad SAW.
*****
Yahudi, Nasrani, dan Islam itu memiliki persamaan karena satu rumpun,
sama-sama agama langit yang bersumber dari firman Allah. Hanya saja
dalam perkembangannya—menurut pandangan Islam—ajaran agama yang dianut
Yahudi dan Nasrani telah terkontaminasi.
Kaum Yahudi menganut aqidah tauhid sebagaimana kaum muslimin, tetapi
fanatisme kelompok telah menghalangi mereka beriman kepada Nabi Muhammad
SAW sebagai Rasul terakhir. Padahal mereka telah mengetahui nama dan
tanda-tandanya dari kitab yang ada pada mereka.
Berkenaan dengan hal ini Ibnu Hatim meriwayatkan berita dari Sa’id
atau Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas—sahabat Nabi SAW:
Dahulu—sebelum Islam masuk ke Yastrib / Madinah—kaum Yahudi selalu
berdo’a memohon pertolongan kepada Allah dengan menyebut-nyebut nama
Muhammad sebagai Rasul terakhir yang disebutkan dalam kitab mereka agar
dapat mengalahkan kaum Aus dan kaum Khazraj.
Akan tetapi setelah Allah mengutus Rasul dari kalangan bangsa Arab,
mereka kufur kepadanya, dan mereka ingkari apa yang mereka katakan
tentang Muhammad SAW sebelumnya. Oleh karena itu Muadz bin Jabal, Bisyr
ibnul Barra dan Dawud bin Salamah mengingatkan mereka: “Wahai kaum
Yahudi! Takutlah kalian kepada Allah dan masuk Islamlah kalian, karena
kalian dahulu telah minta pertolongan kepada Allah memakai nama Muhammad
untuk mengalahkan kami, di saat kami musyrik (belum masuk Islam).
Kalian memberi kabar bahwa sesungguhnya Muhammad akan diutus, dan kamu
mengemukakan sifat-sifat Muhammad dengan sifat yang ada padanya”.
Berkatalah tokoh Yahudi Bani Nadhir yang bernama Salam bin Masykam,
“Dia (Muhammad) tidak memenuhi sifat-sifat yang kami kenal, dan dia
bukan yang kami terangkan kepadamu”.
Saat itulah Allah SWT menurunkan firman-Nya:
“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka[4],
padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk
mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, Maka setelah datang kepada
mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka
la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.”(QS. Al-Baqarah: 89).
Sedangkan penyimpangan Nasrani menurut pandangan Islam adalah mencakup tiga hal:
- Penyimpangan dalam konsep ketuhanan, ditandai dengan keyakinan bahwa Isa / Yesus adalah anak Allah dan menjadikannya salah satu oknum dalam trinitas.
- Penyimpangan dalam syariat, ditandai dengan menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah. Contoh: membolehkan memakan daging babi.
- Penyimpangan dalam peribadatan, ditandai dengan melakukan tata cara peribadatan yang tidak diperintahkan Allah. Contoh: berdo’a, tunduk, atau sujud di hadapan patung.
Labels: Knowledge
0 comments:
Post a Comment